PETASULTRA.COM – MUNA. Penertiban baliho LM. Rajiun Tumada bertuliskan “Mai Te Wuna” dengan ditimpali “Amimo Pada Ini” oleh Satpol PP Pemkab Muna, yang menuai penolakan dari Masyarakat Pecinta Rajiun (MPR), rupanya menarik reaksi dari sejumlah kalangan.

Pasalnya, aksi penolakan yang terjadi pada Rabu (28/8/2019), hingga LM. Rajiun Tumada bersama rombongan Pejabat Mubar datang dengan dalil memberi suport terhadap simpatisan MPR dibilangan jalan Gatot Subroto (mitsumi) itu, menuai pro kontra bahkan menjadi trending topick ditengah masyarakat sampai ke media sosial Facebook dan WhatssUp.

Salah satunya datang dari pegiat media sosial, Risnandar Dhamuri dengan akun Facebook Raha Muna menyatakan jika tagline “Mai Te Wuna” yang ditimpali “Amaimo Pada Ini” bukanlah pelanggaran hukum, melainkan lebih kepada sikap yang sangat tidak beretika, provokatif, dan menjurus ke pelecehan.

Sebab tagline “Mai Te Wuna” merupakan program Pemda Muna dalam mempromosikan destinasi wisata yang bisa melalui jalur politik, olahraga, pendidikan dan sebagainya. Bukan justru di “Contek” oleh pemimpin wilayah administrasi lain dengan misi menantang sang petahana (LM. Rusman Emba, ST) pada Pilkada Muna 2020 mendatang.

Baca Juga  Airlangga Serahkan Jabatan Menteri Yang Diberikan Ke Golkar Pada Jokowi
foto ilustrasi rakyat menolak provokator di tanah Muna. (Foto: Istimewa)

Karena tulisan “Amimo Pada Ini” seolah mengisyaratkan “Ini Saya Datang Untuk Melawanmu”. Jadi wajar ketika masyarakat Muna menafsirkan seperti itu, sebab niat LM. Rajiun Tumada, ingin meninggalkan Muna Barat sebagai Bupati dan berhasrat maju pada Pilkada Muna 2020.

“Saya berbicara bukan sebagai pendukung petahana, tetapi sebagai masyarakat muna, pemimpin kami saat ini bapak Rusman Emba dan salah satu program utamanya dibidang pariwisata dengan mengunakan jargon Mai Te Wuna,” jelas Risnandar yang akrab disapa bang Nandar, Kamis (29/8/2019) malam.

Menurut bang Nandar, yang juga Ketua Komunitas Peduli Pilkada Muna Beretika (Kopimunabika), memang benar kata “Mai Te Wuna” adalah dari bahasa Muna bukan milik Pemerintah setempat apalagi milik pribadi. Sama halnya dalam penggunaan kata Bhineka Tunggal Ika, Enjoy Jakarta, Ayo ke Singkawang, begitu juga pada produk seperti Yamaha dengan jargon “semakin didepan” dan Honda “Satu Hati”.

“Mirisnya, para pendukungnya tidak lain para pejabat di Muna Barat itu sendiri yang mayoritas merupakan warga Muna Barat, juga turut terlibat memberikan pernyataan provokatif,” kata Bang Nandar.

Baca Juga  Yusril Harap Semua Bersabar Tunggu Putusan MK

Pernyataan provokatif itu, lanjut bang Nandar, yakni mulai dari mengatakan jika Pemda Muna pembohong dan panik yang terlontar dari pernyataan ketua Rajiun Center, La Sariba, yang merupakan warga Muna Barat.

“Ada apa warga Mubar turut campur di Muna sampai mengatakan pemda muna pembohong dan dimuat di media? sungguh saya yakin banyak warga muna tersinggung, bukan karena pendukung calon petahana, tetapi karena kita adalah warga kabupaten Muna,” ketusnya.

Begitu juga dengan insiden seputar Baliho, wajar jika Pemda Muna reaktif dengan baliho yang memprovokasi tagline “Mai Te Wuna” karena itu merupakan slogan program Pemda Muna. Anehnya mulai dari Satpol PP sampai para pejabat Muna Barat angkat bicara serta turut campur tanpa menghargai pemerintah dan masyarakat setempat.

“Saya yakin mereka berani karena terinspirasi dan mencontoh Pemimpinnya. Seharusnya Pemimpin itu menghadirkan kedamaian dan keharmonisan di tengah masyarakat, bukannya menjadi provokator,” pungkasnya. (RA/*)