PETASULTRA.COM – MUNA. Dulunya hutan Warangga dikenal begitu angker, hingga banyak cerita “berbau” mistis kerap beredar ditengah masyarakat Kabupaten Muna. Pasalnya, hutan lindung yang menghubungkan antar Kabupaten itu merupakan Tempat Pemakanan Umum (TPU) tua.
Kondisinya yang gelap gulita, ditambah kerap terjadinya berbagai lakalantas vital, diantaranya kendaraan tiba-tiba terjun kejurang hingga laka tunggal yang menimbulkan korban jiwa, menambah catatan seram hutan Warangga untuk dilintasi saat malam hari.
Tak ayal kala itu, aktivitas lalu lintas jelang badah maghrib perlahan menjadi sepi seketika, sebab pada umumnya masyarakat antara Kota Raha dengan Kecamatan Watopute dan sekitarnya memilih tidak berpergian apalagi sendirian saat melintasi hutan warangga yang berjarak sekitar 14 kilometer dengan pemukiman warga (SPBU Mangga Kuning-Kacematan Watopute).
Namun dimasa tiga tahun kepemimpinan Bupati Muna, Laode Muh. Rusman Emba, ST, melalui APBD Perubahan 2019 pemerintah menganggarkan senilai Rp. 2,5 miliar dengan “menyulap” hutan Warangga yang dulunya terkenal angker menjadi rest area peristirahatan dengan berbagai pusat kegiatan diantaranya sebagai tempat bumi perkemahan eksklusif yang tentunya diterangi lampu jalan.
Tak hanya itu, dengan telah mengantongi izin, ruas jalan hutan lindung warangga dibuat lebar dengan diameter sekitar 12 meter untuk dijadikan dua jalur.
Dimana dalam kesepakatannya, kewenangan pemerintah daerah hanya membuka ruas jalan dan pengerasan sementara pihak Balai Pelaksanaan Jalan nasional (BPJN) Sultra, melakukan finising.
“Untuk pekerjaan pelabaran jalannya sudah rampung, tinggal mengusulkan ke Balai provinsi untuk diaspal,” ujar orang nomor satu di Bumi Sowite itu kepada PetaSultra.Com.
Penulis: Arto Rasyid