PETASULTRA.COM – JAKARTA. Tunggakan iuran BPJS dirasa semakin besar, hal ini membuat Pemerintah berencana akan megeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai payung hukum untuk memberi sanksi kepada para penunggak iuran BPJS berupa tidak mendapat layanan publik.
Diketahui tunggakan iuran yang belum dibayar kan peserta BPJS pada Juni 2019 lalu yang hanya 1 bulan mencapai Rp 3,4 triliun. Jumlah itu belum termasuk tunggakan selama 23 bulan lainnya yang jumlah tunggakan iuran menembus Rp 10 triliun.
Terjadi pro kontra pada Inpres Pemberian Sanksi Bagi Penunggak Iuran, “sanksinya nanti, tidak mendapat layanan publik, niat untuk menekankan pada kepatuhan pembayaran iuran adalah baik. Mengingat tunggakan iuran masih besar,” ujar Timboel Siregar Koodinator Advokasi BPJS Watch di Jakarta, seperti dikutip katta Sabtu (12/10/2019).
Regulasi ketentuan sanksi tidak dapat layanan publik sudah diatur di Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013, “Namun instrumen sanksi ini belum dilaksanakan oleh Pemerintah, terutama oleh Pemerintah Daerah atau lembaga yang menjalankan pelayanan publik. Harusnya dijalankan saja,” menurut Timboel Siregar.
Berdasarkan pasal 20 ayat 1 UU SJSN peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah artinya orang yang menunggak iuran dan orang yang belum mendaftar sebagai peserta JKN bisa dikenakan sanksi di PP 86 tahun 2013 yang juga berlaku untuk badan usaha.
Ada Pepres No 111 Tahun 2013 mewajibkan seluruh Badan Usaha mendaftarkan dan membayarkan iuran pekerjanya ke BPJS Kesehatan, “kalau tidak, maka akan kena PP No 86 Tahun 2013 yaitu tidak dapat layanan publik seperti IMB, SIUP, TDP dan sebagainya,” ujar Timboel.
Begitu juga pada masyarakat yang belum mendaftar ke JKN, paling lambat 1 Januari 2019 harusnya sudah didaftar atau mendaftarkan sesuai Pasal 17 Perpres No 82 Tahun 2018 yang akan dikenakan sanksi tidak dapat layanan publik, “seperti tidak mendapat yaitu yang ada di PP 86 Tahun 2013 tersebut seperti tidak dapat SIM, STNK, IMB dan passport,” terangnya.
Jadi tak perlu Inpres, “tinggal menjalankan instrument yang sudah ada selama ini, penerapan PP Nomor 86 Tahun 2013 tidak berjalan efektif karena Kementerian dan Pemda selalu mengedepankan ego sektoralnya, sehingga program JKN pun tidak mendapat dukungan penuh,” ungkapnya.
Selain badan usaha dan masyarakat para penunggak iuran itu adalah Pemerintah Daerah atau Pemda, yang harusnya membayar untuk PNS Daerah dan iuran peserta Jamkesdanya dan Ini belum ada sanksinya, “Saya berharap Kemendagri memberikan sanksi kepada Pemda yang menunggak iuran,” tuturnya.
Inpres No 8 Tahun 2017 tentang optimalisasi JKN, belum maksimal dijalankan oleh Kementerian, lembaga dan pemda yang ditugaskan, “mereka harus mengoptimalkan program JKN sehingga persoalan JKN tidak terus terjadi khususnya defisit, semoga Pemerintah lebih serius menangani dan melaksanakan program JKN ini,” tutup Timboel. (Red/*)