PETASULTRA.COM – JAKARTA. Akankah tetap ada Faceboook, Youtube, Holywood, dan Pernyataan Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal?
Bagaimanakah wajah peradaban kita hari – hari ini jika Hitler dan Fasisme menguasai dunia? Jika saja saat itu, Churchill melemah, dan mengikuti kehendak elit politik Inggris, agar berkompromi dengan Hitler, apa yang terjadi?
Dengan memori informasi itu, saya datang ke London, Juli 2019. Diantar pemandu tur, saya memang mencari jejak Churchil era perang di London.
Sambil antri membeli tiket masuk museum (Churchill War Rooms), memori film Darkest Hour (2017) berkelebat. Saat itu, di tahun empat puluhan, rapat anggota parlemen menunggu Churchill berpidato.
Churchill seorang Perdana Menteri. Kepadanya, data sudah diberikan. Dihitung dari sisi kekuatan tentara dan senjata, Inggris akan dikalahkan Hitler jika berperang.
Para elit politik Inggris sudah membayangkan berapa banyak warga sipil akan mati? Siapa pula yang bisa melindungi keluarga kerajaan jika Inggris berperang melawan Jerman? Bagaimana pula nasib para elit itu sendiri jika mereka nekat berperang dan kalah? Churchill diharap memberi kata akhir bentuk berkompromi dengan Hitler.
Tapi saat itu Churchill justru pergi menjauh dari parlemen. Ia ingin mendengar suara rakyat langsung. Apa yang rakyat bayangkan terhadap negaranya? Seberapa sadar rakyat negaranya dibawah ancaman ditaklukkan Hitler?
Di Subway, Churchill sedikit menyamar. Ia bertanya pada rakyat kecil kebanyakan. Apakah Inggris harus berkompromi dengan Hitler? Apakah kita harus menyerah karena kekuatan militer Inggris tak sekuat militer Jerman?
Churchill terperangah! Rakyat kecil tak mau berkompromi. Mereka antusias menyatakan akan ikut berperang menumpas Hitler. Churchill bertanya : bagaimana cara mereka mengalahkan Hitler?
Dengan aneka keluguan, ada yang menjawab akan berperang dengan linggis. Ada yang berjanji membawa pentungan. Ada yang akan memakai gergaji.
Namun yang ditangkap Churchill hal yang besar. Ialah semangat perlawanan rakyat. Wah! Churchill mendapatkan inspirasi. Ada yang lebih penting dan lebih kuat dari sekedar pasukan militer. Itu adalah semangat perlawanan rakyat.
Churchilpun menolak berkompromi. Di depan anggota parlemen yang menunggu sejak tadi, Churchil menyampaikan pidato yang berlawanan dari yang diharap : Tak ada kompromi dengan Hitler. Perang dicanangkan.
Kini, 70 tahun kemudian, situasi sudah sangat berubah. Churchil sudah menjadi museum.
Churchill War Rooms terletak di pinggir jalan, tapi tersembunyi. Di tahun empat puluhan, siapa dapat menduga? Di tepi jalan raya besar Westminster, London, ternyata tersembunyi bunker raksasa di bawah tanah.
Di sana Winston Churchil bersama kabinet inti, bersembunyi, agar aman dari kemungkinan serangan bom Nazisme Jerman. Cukup lama bunker itu beroperasi, dari tahun 1939 bulan agustus, hingga 1945.
Pemandu tur memberikan pada saya boks kecil yang sudah dirancang untuk tur di sana. Aneka informasi yang diperlukan mengenai hal ihwal tinggal diklik dan didengar.
Sebuah ruangan rapat nampak di sana. Di ruangan ini, Churcil memimpin rapat dan memberikan instruksi kepada kabinet perang. Di ruang lain, nampak mesin ketik tua. Itu mesin ketik asli yang digunakan sekretaris menuliskan apa saja yang diminta Churchil.
Sebuah ruangan agak diistimewakan. Nampak dari samping, Churchill sedang menelfon. Ini jelas sebuah percakapan telefon yang memiliki nilai historis. Churchil sedang meyakinkan presiden Roosevelt agar Amerika Serikat bahu membahu menahan laju Hitler di Eropa.
Kala itu siapa yang kuat menahan Hitler? Perancis dan Belgia sudah ditaklukkan Hitler. Belanda dan Luxemburg juga dikalahkan.
Namun Roosevelt sudah berjanji pada rakyat Amerika ketika pemilu. Ia tak akan pernah membawa negara dan rakyat Amerika Serikat ikut berperang, termasuk melawan Hitler. Roosevelt tak ingin ikut meletuskan perang dunia.
Tapi Jepang memulai terlebih dahulu. Serangan Jepang tak terduga di Pearl Harburgh, Amerika Serikat, 7 Desember 1941. Amerika Serikat tak bisa tidak harus ikut terlibat. Rooseveltpun membatalkan janjinya. Amerika Serikat akhirya ikut berperang dengan hebat.
Dengan dukungan Roosevelt dan Stalin, Churchill akhirnya mengalahkan Hitler.
Kini Churchill acapkali disebut sebagai “The Man who saved Europe.” Atau “The Man who stopped the Nazis.” Sebuah peran yang membuatnya dikenang sebagi salah satu pemimpin terbesar abad 20.
Sebuah museum dibuat khusus untuk mengenang Winston Churchill. Peran dan kisah Churchill dalam sejarah layak terus menerus dikabarkan.
BBC Poll di tahun 2002 membuat survei 100 tokoh Inggris yang dianggap rakyat paling besar dalam sejarah (100 The Great Britons). Churchill terpilih rangking 1.
Begitu hebat Churchil membela nilai kemanusiaan, kebebasan, melawan fasisme. Baik tulisan atau pidatonya teramat indah. Churchill pun mendapatkan hadiah nobel kesusastraan. Tapi hadiah itu bukan karena karya novel atau puisi, namun tulisan dan pidato non – fiksi.
Di tahun 1945, Churchill begitu populer. Publik Inggris merasa berhutang budi padanya.
Tapi toh, ia dan partainya di tahun itu dikalahkan dengan telak dalam pemilu 1945. Ia terkesima. Dunia terkesima. Kok bisa Churchill dikalahkan rakyat yang merasa berhutang budi padanya?
Partai liberal, lawan dari partai Churchill menawarkan program yang lebih dibutuhkan. Setelah perang, rakyat lebih membutuhkan pekerjaan, asuransi kesehatan, dan program kesejahteraan. Partai liberal menawarkan program itu. Churchill dan partainya terlambat menyadari.
Itulah hukum besi politik. Sebesar apapun seorang tokoh, jika ia tak lagi menawarkan kebutuhan zaman baru, ia dikalahkan. Churchill dipuja. Tapi Churchill juga tidak dipilih.
Di museum Churchill saya merenung. Saya mengamati. Saya belajar banyak, Minggu (14/07/2019)