Kendari ,peta Sultra -Pembabatan Mangrove Di Sepanjang Pantai Kecamatan lainea , Kabupaten Konawe Selatan (konsel), semakin menjadi. Malah, aksi yang melanggar hukum lingkungan itu terus meluas. Sayangnya, aparat berwenang tak mampu menghambat perusakan mangrove di wilayah tersebut.

Protes wasekejen poros muda Sultra ,Andi ,pun kembali menggema. Tidak hanya pengusaha yang disorot,Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gula Raya Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra)
dan aparat hukum polres konsel pun ikut dikecam. “Kami sudah melihat sendiri perusakan mangrove di konsel itu ,Kondisi kawasan tersebut sudah sangat memprihatinkan. Mirisnya pemerintah masih bungkam. Padahal perusakan ini sudah ramai di kalangan masyarakat juga lewat media sosial. Apa mungkin mereka ini tutup mata?” ( Senin/30/11/2020)

Dijelaskan andi, seharusnya, aparat hukum segera mengambil langkah tegas. Pasalnya, perusakan mangrove telah dilakukan secara sengaja. “Kan ada Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan, yang melindungi mangrove. Mengapa para pelaku tidak ditangkap? Setahu saya, hukuman bagi para perusak mangrove cukup berat,”kata andi

Baca Juga  Gaji Karyawan Tak sesuai UMK,(FMP) SULTRA akan Laporkan PT DSS

Dia khawatir, perusakan mangrove yang semakin parah di konsel itu akan mengakibatkan bencana. “Kalau mangrove-nya sudah rusak, pantai di wilayah lainea pasti akan dilanda abrasi. Siapa yang akan tanggung jawab? Itu belum lagi dihitung dengan perkembangbiakan ikan dan biota lauy lainnya,” ketusnya.

Andi menutupkan ,tidak ada alasan bagi yang telah menabrak aturan tentang pengrusakan hutan Mangrove yang ada di beberapa desa kecamatan Lainea . Pelaku harus diproses secara hukum. “Ini sudah merusak hutan Mangrove melanggar UU.Nomor 50.tahun 1999.tentang kehutanan,

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: SK.4194/Menhut-VII/KUH/2014, tanggal 10 Juni 2014, menyebut dilarang melakukan kegiatan dalam kawasan hutan tanpa izin. Berdasarkan Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.

Selain itu, penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar berdasarkan UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar jika melanggar UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Baca Juga  Pilkada Muna 2020: Berada Diatas Angin, Rusman Emba Bakal Kantongi Rekomendasi DPP Hanura