PETASULTRA.COM – MUNA. Perusahaaan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang terletak di Desa Motewe Kecamatan Lasalepa, Kabupaten Muna, milik seorang kontraktor bernama Gumberto, diduga beroperasi tanpa mengantongi izin Analisis Mengenai Dampak Linkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

Tak hanya itu, perusahaan AMP yang lokasinya berdekatan dengan peraiaran laut itu, juga disinyalir melakukan aktivitas galian material.

Diketahui berdasarkan aspek legalitas, perusahaan wajib mengantongi sejumlah perizinan sebelum beroperasi diantaranya IMB komersil bangunan perusahaan, terlebih pada izin lingkungan seperti Izin Amdal atau UKL-UPL, Izin Prinsip, Izin Gangguan maupun Izin Operasional.

Ironisnya, prosedural itu nampaknya diabaikan pasalnya hingga saat ini perusahaan terkesan beroperasi secara sembunyi-sembunyi tanpa melakukan sosialisasi ke masyarakat terkhusus kepada warga sekitar yang berdampak tercemar dari aktivitas tersebut.

Sebagaimana dikatakan salah seorang Praktisi Hukum, Abdul Razak Said Ali bahwa terkait adanya aktivitas usaha atau perusahaan AMP tersebut mesti ada sosialisasi, karena tahap inilah masyarakat dapat memperoleh informasi yang komprehensif terkait perusahaan.

Baca Juga  Desak Gubernur AMPUH SULTRA minta IUP PT.BKM dan PT.Cinta Jaya dicabut

“Terus terang saja saya baru mengetahuinya, nama perusahaanya saja saya tidak tahu, karena sepengetahuan saya belum pernah ada sosialisasi terkait adanya usaha itu,” ujar Razak kepada PetaSultra.Com, Kamis (23/1/2020).

Razak menambahkan terkait izin tersebut merupakan keniscayaan yang mesti dimiliki perusahaan sebelum beroperasi, apalagi lokasi perusahaan didekat laut.

“Tentu aspek lingkungan wajib mendapat perhatian dan seluruh izin tersebut betul telah dijamin oleh Undang-Undang maupun Peraturan-Peraturan dibawahnya,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Razak, pada aspek pajak apakah masuk pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau tidak? sebab saat ini, khususnya KPK sangat mementingkan persoalan pajak.

“Jangankan perusahaan, rumah makan pun dikenai pajak retribusi. jadi jika tidak jelas soal pajaknya maka dapat menimbulkan kerugian negara,” ungkapnya.

Olenya itu, menurut Razak, jika ternyata perusahaan tersebut belum clear persoalan perizinan dan ternyata aktivitasnya dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, maka pemerintah setempat wajib menghentikan aktivitas perusahaan dan penegak hukum dapat melakukan langkah Pro Justitia.

“Tentu jika benar, hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus menjadi perhatian aparat penegak hukum. Kedepan kami akan melakukan kajian terkait perusahaan ini, jika benar terjadi maka kami akan mengambil langkah hukum, ini buka untuk siapa-siapa tetapi untuk kepentingan masyarakat, daerah dan negara,” tukasnya.

Baca Juga  Seorang Ayah Tega Cabuli Anaknya di Mubar

Penulis: Arto Rasyid