PETASULTRA.COM – JAKARTA. Pro dan kontra tentang revisi Undang – Undang KPK terus menjadi perhatian semua masyarakat termasuk Presiden Joko Widodo, sehingga pada akhirnya menggelar jumpa pers untuk menjelaskan sikapnya soal revisi UU KPK.

Dalam penjelasannya Jokowi menegaskan setelah mempelajari dan mengikuti secara serius menerima masukan dari masyarakat, para pegiat anti korupsi, para Dosen, dan Mahasiswa juga masukan dari para tokoh bangsa bahwa revisi UU KPK usulan DPR ini kemudian direspon Pemerintah.

Jokowi menganggap UU KPK yang telah berusia 17 tahun ini tetap perlu direvisi walau secara terbatas, “KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,” jelas Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (13/09/2019).

Berikut Point yang tidak disetujui Presiden Jokowi pada RUU KPK

Pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperoleh izin internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

Baca Juga  Menteri Yohana Bilang Peduli Anak Adalah Peduli Masa Depan Bangsa

kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

Presiden Jokowi saat memberi keterangan tentang Revisi UU KPK

Ketiga, saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik sehingga tidak perlu diubah lagi.

Keempat, saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK diberikan kepada kementerian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini.

Beberapa isu lain yang diberikan catatan dan mempunyai pandangan yang berbeda dengan substansi yang diusulkan oleh DPR yakni :

Pertama perihal keberadaan Dewan Pengawas, ini memang perlu karena semua lembaga negara : Presiden, MA, DPR bekerja dalam prinsip checks and balances, saling mengawasi. Hal ini dibutuhkan untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan kewenangan oleh karena itu di internal KPK juga perlu adanya Dewan Pengawas.

Baca Juga  APBD-P 2020 Molor Dibahas, Disebabkan KUA-PPAS Belum Diserahkan

Kedua, terhadap keberadaan SP3. Hal ini juga diperlukan sebab penegakan hukum juga harus tetap menjamin prinsip – prinsip perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia) dan juga untuk memberikan kepastian hukum. Jika RUU inisiatif DPR memberikan batas waktu maksimal 1 tahun dalam pemberian SP3, kami meminta ditingkatkan menjadi 2 tahun supaya memberi waktu yang memadai bagi KPK.

Ketiga, terkait pegawai KPK. Pegawai KPK adalah aparatur sipil negara, yaitu PNS atau PPPK. Hal ini juga terjadi di lembaga – lembaga lainnya yang mandiri seperti MA, MK, dan juga lembaga – lembaga independen lainnya seperti KPU, Bawaslu. Tapi saya menekankan agar implementasinya perlu masa transisi yang memadai dan dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Penyelidik dan penyidik KPK yang ada saat ini masih tetap menjabat dan tentunya mengikuti proses transisi menjadi ASN.

Jokowi ingin revisi UU KPK dibahas secara obyektif dan tanpa prasangka. Ditegaskan tidak ada kompromi dengan pemberantasan korupsi. (Red)